Saturday, May 2, 2020

Kisah Sahabat Abdullah bin Jahsy

Setiap hari, Abdullah bin Jahsy berusaha menghabiskan waktu bersama Muhammad SAW dan para sahabat agar bisa belajar banyak dari Rasulullah. Abdullah bin Jahsy sudah mengagumi sosok Muhammad SAW sebelum masa kenabian.



Lahir dan besar di permukiman sekitar Ka'bah, Makkah, dia masih berkerabat dengan Nabi Muhammad. Saudara perempuannya, Zainab binti Jahsy, kelak merupakan istri Nabi. Adapun ibunya, yakni Aminah binti Abdul Muththalib, merupakan saudara kandung kakek Nabi.

Tapi, kekaguman Abdullah bin Jahsy lantaran agungnya akhlak Muhammad sejak masa belia. Oleh penduduk Makkah, Muhammad diberi gelar al-Amin.

Ketokohan Muhammad muda semakin mencuat setelah peristiwa Hajar al-Aswad. Kala itu, para pemimpin kabilah Mak kah berebut mendapatkan kehormatan meletakkan kembali batu mulia tersebut ke Ka'bah.

Hal ini setelah pembenahan atas kompleks Baitullah tersebut hampir selesai sebagai penanggulangan bencana banjir yang sempat melanda. Masing-masing pemuka kabilah bersikeras bahwa mereka yang paling mulia di antara yang lain. Hampir saja, saling klaim ini berujung pada perang bila tidak ada inisiatif.

Mereka bersepakat menunjuk seorang penengah kepada siapa pun yang pertama kali masuk ke Baitullah keesokan pagi. Semua orang gembira ketika mendapati orang itu adalah Muhammad al-Amin.

Abdullah bin Jahsy termasuk yang menyaksikan kebijaksanaan Muhammad muda.
Al-Amin membentangkan kainnya dan meminta setiap kepala kabilah memegang tepi kain tersebut. Lantas, Hajar al-Aswad ditaruhnya di atas bentangan kain. Dengan demikian, setiap kabilah merasa terwakili karena sama- sama membawa batu mulia itu ke Ka'bah. Akhirnya, Muhammad meletak kan Hajar al-Aswad kembali pada dinding Ka'bah.

Sejak peristiwa tersebut, Abdullah bin Jahsy semakin terinspirasi oleh Muhammad.
Setiap hari, Abdullah bin Jahsy berusaha menghabiskan waktu bersama Muhammad dan para sahabat agar bisa belajar banyak darinya, baik dalam hal tutur kata, gagasan, maupun perilaku.

Suatu kali, Abdullah bin Jahsy tidak mendapati Muhammad di lokasi biasa para sahabat bertemu. Abdullah kemudian menyambangi rumah Muhammad dan mengetuk pintunya.

Istri Muhammad, Khadijah, memberi tahu Abdullah bahwa suaminya sedang berada di Gua Hira dalam jangka waktu cukup lama untuk menenangkan diri (berkhalwat).
Abdullah pulang dengan menanggung kekecewaan karena pada hari itu tidak bisa berjumpa dengan Muhammad.

Yang belum diketahuinya, Muhammad sudah mendapatkan wahyu pertama dari Allah SWT. Sejak saat itu, Muhammad menjadi rasul dan nabi bagi sekalian alam.

Dakwah yang dijalankan Nabi Muham mad, pertama-tama secara sembunyi-sembunyi.
Hanya orang-orang terdekat atau satu rumah yang menyatakan diri beriman. Sampai suatu ketika, turunnya surah asy-Syu'ara ayat 214 yang menandakan bahwa Allah telah memerintahkan Nabi Muhammad berdakwah secara terang- terangan.

Tak lama kemudian, dari Bukit Shafa Rasulullah berseru kepada sekalian penduduk Makkah. Orang-orang pun berkumpul, termasuk Abdullah bin Jahsy yang lama tak berjumpa dengan Muhammad.

Wahai Bani Ghalib, Bani Luai, Bani Murrah, Bani Kilab, Bani Qushai, dan Bani Abdul Manaf! Bagaimana bila aku memberi tahu kepada kalian bahwa di balik gunung ini ada musuh yang hendak me nyerang kalian. Apa kalian akan percaya? kata Nabi Muhammad.

"Ya, kami percaya. Sebab, engkau adalah al-Amin, tidak pernah sekali pun berbohong kepada kami," jawab mereka serentak.

"Maka, janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan selain Allah, nanti kamu termasuk orang-orang yang diazab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Nabi Muhammad membacakan kepada mereka surah asy'-Syu'ara ayat 213-215.

Mengetahui bahwa Muhammad berdakwah, sebagian besar massa membubarkan diri.
Ada di antara mereka yang beriman. Ada pula yang mengecam Nabi Muhammad.
Begitu Nabi usai, Abdullah bin Jahsy kembali ke rumahnya.

Kata-kata Rasulullah tak hilang dari benak dan lubuk hatinya. Abdullah pun bangkit dan keluar dari rumahnya untuk pergi kepada Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam.

Setelah menjadi Muslim, Abdullah bin Jahsy mengajak dua saudara perempuannya untuk masuk Islam. Gagasan ini disetujui seisi rumah. Bahkan, Abdullah bin Jahsy membuat sebuah ruangan khusus di rumahnya untuk tempat beribadah dan mempelajari Alquran.

Kepahlawanan

Kepahlawanan Abdullah bin Jahsy mengemuka di medan Perang Uhud. Sebelum itu dimulai, Abdullah bin Jahsy mengajak sahabatnya, Sa'ad bin Abi Waqqash, berdoa secara bergantian. Sementara yang satu berdoa, yang lain mengaminkan. Sa'ad mendapatkan giliran pertama.

Doanya sebagai berikut.

Ya Allah, ketika aku di tengah pertempuran esok, dengan kasih dan sayang- Mu, ya Allah, hadapkanlah aku dengan musuh yang kuat dan keras.
Biarkanlah dia menyerangku terlebih dahulu sekuat tenaganya, sehingga aku akan meng adang nya sekuat tenaga, Setelah itu, ya Allah, izinkanlah aku memeroleh kemenangan dan membunuhnya karena Engkau. Biarkanlah aku memperoleh ghanimahatas karunia-Mu.

Abdullah bin Jahsy mengucapkan amin dan Sa'ad menutup doanya. Kini, giliran Abdullah bin Jahsy mengucapkan doa.

Ya Allah. Dalam pertempuran esok, hadapkanlah kepadaku musuh yang paling kuat.
Biarkanlah dia menyerangku terlebih dahulu dengan kemarahannya. Dan berilah aku keberanian untuk mengadangnya dengan segala kekuatan yang ada padaku.
Kemudian, ya Allah, biarkanlah musuhku itu membunuhku, dan biarkan musuhku itu memotong hidung dan telingaku.

Sehingga pada hari kiamat kelak, saat aku berdiri di hadapan-Mu untuk diadili, maka Engkau bertanya, `Wahai Abdullah, mengapa hidung dan telingamu terpotong?' Aku akan menjawab Engkau, `Hidung dan telinga hamba telah terpotong karena berjuang di jalan-Mu dan jalan Rasul-Mu.

'Maka Engkau akan berkata, `Benar, semua nya terpotong karena berjuang di jalan-Ku.
Ya Allah, kabulkanlah doaku ini.

Amin, ucap Sa'ad bin Abi Waqqash kemudian. Doa Abdullah bin Jahsy ternyata lebih cepat terwujud diban dingkan doa Sa'ad. Inilah yang terbukti seusai Perang Uhud.

Abdullah bin Jahsy menemui ajalnya dalam kondisi wajah yang hancur. Hidung dan daun telinganya dipotong musuh. Badannya juga tercincang, begitu mengenaskan.
Kondisi yang sama juga dialami paman Nabi Muhammad, Hamzah bin Abdul Muththalib.

Melihat jasad Abdullah bin Jahsy, Sa'ad bergumam, Doa Ibnu Jahsy ternyata lebih mulia daripada doaku.



Ath-Thabrani meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu pada Perang Uhud berkata, “Mengapa kamu tidak berdoa kepada Allah?” Kemudian ia pergi ke suatu pojok. Ia memanggil Sa’ad lalu Sa’ad pun berdoa, “Ya Rabbi, Sekiranya aku dipertemukan dengan musuh, maka pertemukanlah aku dengan musuh yang berpostur besar, pemberani dan penuh emosi, aku akan memerangi dia sebagaimana dia memerangiku. Kemudian Ya Rabbi, berilah aku kemenangan dengan mampu membunuhnya lalu aku mengambil rampasannya.”

Abdullah bin Jahsy mengamini lalu dia pun memanjatkan doa, “Ya Allah, pertemukanlah aku dengan musuh yang kuat dan pemberani sehingga aku akan membunuhnya di jalan-Mu dan dia juga memberikan perlawanan kepadaku, kemudian ia berhasil menguasaiku dengan menebas hidung dan telingaku. Sehingga kelak, ketika aku datang menghadap-Mu, Engkau akan bertanya kepadaku, ‘Siapa yang menebas hidung dan telingamu ini?’ Maka ketika itu aku akan menjawab, ‘Semua ini aku lakukan di jalan-Mu dan karena rasul-Mu semata.’ Dan Engkau akan membenarkan ucapanku.”

Sa’ad berkata, “Wahai anakku, Doa Abdullah bin Jahsy lebih bagus daripada doaku. Pada siang hari peperangan itu, aku benar-benar melihatnya terbunuh sementara hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali.” (Al-Haitsami berkata, 9/303, “Perawinya adalah perawi yang shahih.”)


No comments:

Post a Comment